Pages

RELAWAN

RELAWAN

Minggu, 31 Mei 2015

PUISI : Kuatkan Aku

Hari ini..
Sungguh aku ingin marah padaMu Tuhan,
karena Kau memberikan aku cobaan yang menurutku itu begitu keterlaluan

Tapi, untung aku sadar Tuhan,
bahwa aku ini tidak tahu apa-apa
karena aku yakin
Kau tau apa yang terbaik bagiku
dan biarlah kehendakMu yang terjadi dalam hidupku
bukan kehendakku

aku tidak mau menyusahkan teman-temanku
dan orang-orang di sekelilingku
aku tau semua ini harus dihadapi
dan ku percaya,
hanya dengan KuasaMu lah aku bisa menjalani ini semua dengan hati yang terbuka

walaupun kesehatan dan kesembuhan
tak boleh menjadi milikku
jangan biarlah hidupku yang singkat ini berlalu dengan sia-sia

Tuhan,.. izinkan aku menjadi berarti bagi orang lain, bagi dunia ini
biarlah aku menjadi pelitaMu
bagi mereka yang berada dalam kegelapan

Tuhan,.. hari ini aku belajar sesuatu yang baru
aku telah  merasakan pedihnya tersakiti
aku telah merasakan sakitnya terjatuh

Tapi aku sekarang aku Tuhan
sekalipun aku terjatuh
aku takkan pernah sampai tergeletak
karena Kau ada untuk memberikan aku kekuatan yang kekal

Tuhan..
hari ini aku ingin membuat janji denganMu
aku berjanji untuk sabar

sesering apapun aku terjatuh
aku akan tetap berdiri lagi
aku akan terus berdiri dan berdiri lagi
dengan dagu yang terangkat dengan semangat yang tak mungkin padam

aku tak akan pernah menyerah Tuhan...

^_^

Kisah Cinta : Keraguan Hati

Sore itu awal perkenalan ku dengannya, pertemuan pertama yang membuatku terasa berbeda.
Ada rasa yang lain saat ku jabat tangannya, dan ada irama merdu saat ku dengar dia menyebutkan namanya.



Sore itu, langit yang mulai menjingga menunjukkan keindahannya, suara ombak membuat jiwa merasakan kenyamanan. Aku dan dia mulai bercerita dan tertawa,
perasaan ini, apakah ini cinta ?



ku merasakan kenyamanan saat berada di sampingnya , ku merasakan kehangatan saat menatap matanya, dan ku merasakan keindahan senyumannya.

waktu begitu cepat saat bersamanya, tanpa kusadar matahari telah tenggelam di ujung sana, langit mulai gelap dan sesekali terlihat bayangan burung-burung camar berterbangan.
apakah ini awal dari cerita indah selanjutnya?

Banyak waktu yang ku habiskan bersamanya, ditempat favorit menatap langit senja.
ya...saat indah kami berdua paling sukai, saat cakrawala , tidak hanya sebuah fatamorgana, ini realita.



Tapi,..
Ada sesuatu yang mengusik jiwa ini. Sebenarnya ku tertawa tidak begitu sempurna, bayang masa lalu itu menghantuiku. Ketakutan akan kegagalan cerita lama, walau kali ini dengan orang yang beda, tapi sakit itu masih membekas bagai sebuah phobia.

Aku ingin tertawa lepas bersamanya tanpa ada keraguan yang mengusik hati. Aku mencoba itu semua, untuk menghilangkan bayangan masa lalu.
Apakah kali ini tidak akan ada hati yang tersakiti lagi ?
apakah aku tak akan menangis lagi ?
enggan rasanya air mata ini mengalir dengan percuma lagi hanya untuk mengingat masa lalu.

Dia memberikan segalanya untukku, dia juga memberikan banyak kenangan untuk di ingat, dan dia juga menjadi begtu berarti bagiku. Tapi tetap saja rasa sakit masih menghantuiku.
Bagaimana ku harus meyakinkan diri ini ?

Dia berjanji tak akan pernah menyakitiku,
ya.. itu juga janji yang pernah di ucapkan seseorang di masa lalu.
tapi apa ? hatiku pun sakit juga akhirnya

Dia berjanji untuk tidak akan membuat air mata ini menetes sedikitpun,
itu juga yang di ucapkan orang yang berbeda dulu.
tapi apa ? air mata selalu jatuh bila mengingat semua itu.

Apakah akan terjadi hal yang sama ?
mimpi buruk itu akankah terulang lagi ?
aku takut itu akan terjadi lagi..

Telah banyak cara yang dilakukannya untuk meyakinkan aku.
telah banyak janji yang di ucapkan untuk melupakan kenangan buruk itu.

Ku pegang tangannya dan mencoba untuk mengalirkan kepercayaan ke dalam hati ini.
Meyakinkan hati ini yang telah hancur dan tidak bisa kembali utuh lagi.

Hati ini berkata "ku akan berusaha menghilangkan mimpi buruk itu dan mengukir kenangan indah itu bersamanya"
Apakah dia berbeda dengan masa laluku yang membuat hatiku sakit ?



kutatap dengan yakin langit senja bersamanya dan ku katakan "Aku mencintaimu".

-1412

Sabtu, 30 Mei 2015

Perbandingan Guru yang Profesional dengan Guru yang ada di Negara lain

Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.

Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.

Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).

Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.

Pendidikan di Abad Pengetahuan
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.

Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.

Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.

Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.

Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.

Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;


Abad Industri

1. Guru sebagai pengarah
2. Guru sbgai smber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kuri- kulum.
4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn waktu yang terbatas
5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei
7. Pengulangan dan latihan
8. Aturan dan prosedur
9. Kompetitif
10. Berfokus pada kelas
11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma
13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis
15. Komunikasi sebatas ruang kls
16. Tes diukur dengan norma








sumber : http://pendidikan-erica.blogspot.com/2010/10/perbandingan-guru-yang-profesional.html

Abad Pengetahuan

1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan
2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah
6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei
7. Penyelidikan dan perancangan
8. Penemuan dan penciptaan
9. Colaboratif
10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka
12. Keanekaragaman yang kreatif
13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
14. Interaksi multi media yang dinamis
15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.

Penghambat Dunia Pendidikan di Indonesia

Semenjak orde baru, khususnya mulai PELITA I, perkembangan sektor pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat. Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi pada perkembangan sektor pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa dengan pendidikanlah pembangunan ekonomi Indonesia akan berhasil dengan baik. Didukung dari hasil minyak bumi, gas alam, pajak, dan industri dan lain-lain maka perkembangan sarana fisik, khususnya gedung sekolah dasar dapat dilaksanakan pada tingkat yang luar biasa. Puluhan guru diangkat, ratusan judul buku paket dicetak, training dan bentuk latihan peningkatan kualitas guru diselenggarakan. Dan hasilnya secara statistik perkembangan pendidikan di Indonesia sangat menggembirakan. Namun dibalik perkembangan di atas, dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi problema yang berat, yang dapat dikategorikan menjadi:

  1. Internal in-effeciency.
Ini berujud dalam bentuk tingginya angka drop-out dan angka repeaters (ulang kelas yang sama / tidak lulus). Apalagi pada pengumuman kelulusan UAN tahun pelajaran 2005/2006 ada beberapa sekolah 0 % artinya tidak ada yang lulus. Namun ada juga sekolah yang kelulusan siswanya mencapai 100%. Sehingga terjadi kontroversi ada pihak yang setuju dan tidak setuju kalau nilai UAN yang dijadikan standar kelulusan siswa pada setiap jenjang sekolah.

  1. Eksternal in-efficiency.
Eksternal in-efficiency ini berujud lulusan pendidikan tidak dapat diserap oleh pasar tenaga kerja ataupun dapat dipakai tetapi antara pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan pendidikan yang diperoleh. Sedang ketidakmerataan pendidikan berujud adanya perbedaan memperoleh kesempatan pendidikan antara laki-laki dan wanita, antara penduduk kota dan penduduk desa dan antara kaya dan miskin.

  1. Ketidakmerataan kesempatan pendidikan.
Sedangkan ketidakmerataan kesempatan mendapatkan pendidikan bisa dilihat dari sex, tempat tinggal, dan terutama menurut status sosial ekonomi. Teori klasik menyatakan bahwa pendidikan akan menjembatani jurang antara kelompok kaya dan kelompok miskin di masyarakat sudah banyak mendapatkan kritikan dan tantangan. Teori-teori dependency, dengan bukti-bukti empiris dari dunia kerja, menunjukkan bahwa justru pendidikan memperbesar jurang kaya dan miskin. Sebab pada diri pendidikan itu sendiri terdapat stratifikasi sosial (karabel dan Halsey, 1977).

Kalau ketidakmerataan memperoleh pendidikan menurut sex dan desa/kota, sudah mulai dapat diperkecil dengan berbagai kebijakan pendidikan yang telah dilaksanakan, tidak demikian dengan ketidakmerataan pendidikan di antara penduduk miskin dan kaya. Perbedaan pendidikan menurut status ekonomi antara kaya dan miskin masih sulit untuk dipecahkan. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas sekolah. Kualitas sekolah dan juga jenis atau jurusan akan menentukan status di masa depan. Sedangkan sebagian besar anak didik yang bisa memperoleh sekolah yang juga relatif rendah kualitasnya. Hal ini tidak mengherankan, karena anak didik yang dapat memenuhi kualifikasi untuk masuk sekolah favorit sebagian besar adalah anak dari keluarga yang relatif mampu, yang memang secara rill lebih pandai.

Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari kualitas tenaga pendidikan dalam hal ini guru. Karena guru memiliki peran sebagai pendidik. Guru merupakan ujung tombak terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Namun kita tahu pada diri guru itu sendiri memiliki banyak permasalahan yang sampai pada hari ini belum dapat terselesaikan sesuai dengan tuntutan dan harapan guru sebagai pendidik. Seorang pendidik harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan kebutuhan untuk itu belum dapat dipenuhi dari penghasilan yang diperoleh sebagai imbalan yang diberikan pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan. Ini dapat dibandinkan dengan tenaga profesi lain seperti arsitek jika mereka ketemu yang dia bahas bagaimana merancang suatu bangunan supaya dapat berdiri kokoh dan berkualitas, dokter juga begitu bagaimana menangani suatu pasien yang memiliki gangguan kesehatan tertentu agar cepat sembuh, tetapi apa yang diperdebatkan oleh seorang guru bila ketemu dengan teman seprofesinya, bagaimana mereka bisa menyelesaikan potongan gajinya yang setiap bulan untuk memenuhi cicilan rumah atau motor kreditnya. Tapi Alhamdulillah walaupun mereka mengalami hal seperti itu mereka tetap memikirkan tuntutan utama yang harus dipenuhi oleh seorang guru, bagaimana membekali diri sehingga apa yang dimiliki dapat menjadi bekal untuk memenuhi kewajibannya sebagai pendidik. Tak lepas dari itu masih banyak yang mempengaruhi permasalahan pendidikan kita.

Maka pendekatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan tentang guru dapat digunakan pendekatan macrocosmics dan microcosmics. Pendekatan macrocosmics berarti permasalahan guru dikaji dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain di luar guru. Hasil pendekatan ini adalah bahwa rendahnya kualitas guru dewasa ini di samping muncul dari keadaan guru sendiri juga sangat terkait dengan faktor-faktor luar guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas guru, antara lain: a) penguasaan guru atas bidang studi, b) penguasaan guru atas metode pengajaran, c) kualitas pendidikan guru, d) rekrutmen guru, e) Konpensasi guru, f) Status guru di masyarakat, g) manajemen sekolah, h) dukungan masyarakat, dan i) dukungan pemerintah.

Penguasaan guru atas bidang studi yang akan diajarkan kepada siswa merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya. Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja guru akan mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih dari pada itu, dengan materi bidang studi itu guru akan menanamkan disiplin, mengembangkan critical thinking, mendorong kemampuan untuk belajar lebih lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan itu sendiri pada diri siswa.

Penguasaan kemampuan guru dibidang metodologi pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat bahwa, kemampuan metode dalam pengajaran yang dimiliki oleh guru masih perlu ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.

Rendahnya penguasaan guru pada bidang studi tidak lepas dari kualitas pendidikan guru dan rekrutmen calon guru. Pada tahun 2004 kembali terdapat perubahan kurikulum pendidikan yang terjadi tidak bisa dilepaskan begitu saja pada pemahaman akan hakikat profesi guru. Lanjut pada tahun 2006 diaplikasikan lagi kurikulum KTSP. Implikasi perubahan ini tidak menuntut pendidikan dapat menghasilkan lulusan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service training bagi soft-profession amat pentng. Barangkali wartawan, advokat, dan guru merupakan contoh dari kategori profesi ini.

Kualitas guru tidak bisa dilepaskan dari konpensasi yang mereka terima dan status guru di masyarakat. Namun, konpensasi atau gaji guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi suatu negara. Artinya, perbandingan gaji guru antar negara akan tidak pas kalau tidak ditimbang dengan kemakmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Malaysia lebih besar dibandingkan dengan gaji guru di Indonesia, secara absolut. Namun, perbandingan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan dengan pendapatan perkapita negara masing-masing. Oleh karena itu, bukan hanya gaji guru yang penting melainkan bagaimana dukungan masyarakat dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status guru. Lagu “Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sangat mulia dan terhormat. Dalam setiap kesempatan wisuda sering lagu tersebut diperdengarkan, dan hadirin terbuai dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi guru sendiri akan lebih senang kalau lagu diubah menjadi “Guru Pahlawan Penuh Tanda Jasa”. Dengan demikian, kelak tidak hanya muballigh yang ber BMW atau ber-Mercy, tetapi juga para guru akan berinova atau ber-terrano, simbol kemakmuran masyarakat dewasa ini. Namun, barangkali merupakan suatu kemustahilan, paling tidak untuk jangka pendek, untuk merealisir kompensasi guru yang memadai kalau hanya bersandarkan kepada anggaran pemerintah. Barangkali sudah masanya untuk dipikirkan mobilisasi dana pendidikan atau dana kesejahteraan guru yang berasal dari masyarakat. Kalau untuk keperluan lain dana mudah diperoleh misalnya untuk prestasi olahraga, mengapa tidak bisa prestasi guru. Disinilah letaknya, partisipasi orang tua dan dukungan masyarakat mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas guru.

Karena selama ini telah dilakukan upaya peningkatan kualitas guru dengan penataran untuk meningkatkan kemampuan tidak cukup. Sebab masih ada faktor lain yang perlu sentuhan, yakni semangat dedikasi guru dan kesejahteraannya. Mudah-mudahan dengan adanya Undang-undang Guru dan Dosen dapat memberikan solusi tentang permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia.

Dari seluruh uraian diatas, maka tugas negara dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia meliputi:
1. Memperluas dan meratakan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti. 
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Memperbaharui sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Memperbaharui dan memantapkan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.

Sumber : http://pendidikan-erica.blogspot.com/2010/10/penghambat-dunia-pendidikan-di.html

Kisah Cinta : Tentang Dia

Aku mulai lelah..
Aku harus lebih berusaha untuk mengingat kembali dari semula,keadaan seperti ini tidak seperti yang ku inginkan.

Diawal pertemuan kita, mata ini seakan tertarik saat melihat dirimu, jantung ini merasakan reaksi hadirmu, jiwa ini langsung berkata bahwa dialah yang diciptakan untukku.
Dia menyukai  lagu yang sama denganku, mulut ini terus ingin selalu berbicara dengannya, konyol memang, tapi merasa inilah yang dinamakan …. CINTA.


Belum pernah aku merasakan seperti ini, jantung yang berdetak kencang saat didekatnya, bercampur dengan rasa bahagia.. mengingat kembali semuanya itu, aku ingin melanjutkan ke tahap selanjutnya..
yaitu memilikinya..

Ini awal perjalanan cinta kami, masih dengan perasaan bahagia, dan selalu bersama..
Jika kalian bertanya, apa yang aku suka darinya ?
Aku suka melihat matanya, yang selalu menatap dengan hangatnya.
Aku suka senyumnya, yang begitu indah bagai lengkungan pelangi di langit sore.
Aku menyukai segala tentang dia…


Saat ini, ada satu hal yang kurasakan yang paling penting dalam hidup ku, yaitu bersama selalu dengannya. Hingga di hari spesial baginya  kuciptakan suasana yang tak terlupakan, dan kuharap akan selalu diingat.
Kenangan itu selalu terjadi ditempat favorit kita berdua, tempat dimana kita bisa melihat keindahan dunia, tempat dimana kita bisa bersama merasakan perjuangan, tempat dimana kenangan-kenangan indah terjadi.


Bersamamu kurasakan keindahan..
Seperti sebuah mimpi..
Tapi bukankah mimpi akan hilang saat kita terjaga ?

Aku takut hal itu, ketika apa yang terjadi tak seperti yang di impikan.


Inilah yang terjadi sekarang, kenyataan yang membuat dia dan aku tak lagi bisa bersama, melenyapkan semua kenangan indah itu, ketika jarak dan tempat yang memisahkan kebersamaan itu.
Membuatku tak bisa lagi melihat matanya, yang selalu menatapku dengan tatapan hangatnya,
Membuatku tak bisa lagi melihat senyumnya , yang indah seperti pelangi di langit senja.
Dan ku tau, dia disana selalu ditemani dengan air mata,
Hanya satu yang ku inginkan, senyumnya kembali…


Ternyata, memang jarak yang membuat kita tak lagi bersama, mulai dihadapi dengan ego masing-masing, tak tau siapa yang benar dan siapa yang salah..ketika kepercayaan telah memudar.
Apakah ini wajar ?
Masihkah aku mencintainya ?
Apakah ini hanya mimpi ?
Inginku ulang semua dari semula, dan memilih untuk tidak bersamanya.
Saat dulu ku tidak mendekatinya, apakah kita tetap bersana ?

Hari ini, hari dimana ku kembali bertemu dengannya.
Hari dimana aku kembali melihatnya, dan ku berharap untuk kembali juga melihat senyum indahnya..
Tapi semua memang kadang tak sesuai dengan yang diharapkan..
Aku benci dengan keadaan ini..jika aku tahu akan menjadi sakit jika bersamanya, akankah aku tetap memilih utntuk tetap bersamanya ?


Maafkan aku…
Aku tak bisa untuk selalu mencintaimu..

Dan ini kurasakan sebuah mimpi buruk, karena tak ada sedikitpun saat berteu denganmu ku lihat lengkungan indah di bibirmu…

maafkan aku…

Jumat, 29 Mei 2015

PENDIDIKAN SISTEM GANDA




A.    Pendahuluan
Upaya pembaharuan pendidikan harus dilakukan secara terus menerus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan ekonomi, dan perubahan dalam masyarakat. Khususnya pada pendidikan kejuruan, telah banyak upaya pembaharuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dilakukan selama ini. Namun, berdasarkan hasil-hasil kajian, pengamatan, dan penelitian, upaya pembaharuan tersebut banyak menghadapi kendala-kendala di lapangan, yang perlu dicari alternatif pemecahannya.
Pembaharuan pola penyelenggaraan pendidikan di SMK dimulai sejak dilaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) tahun 1994, dan dilengkapi dengan sejumlah perangkat pelaksanaannya. Dalam perkembangan selanjutnnya, pelaksanaan PSG lebih dimantapkan lagi dengan menggunakan acuan yang lebih mendasar yaitu yang tertulis dalam buku “Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global” yang disusun oleh Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kemudian, penyelenggaraan PSG dibakukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan tanggal 31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang diperlukan dalam penyelenggaraan PSG. Inti dari “gerakan” ini adalah upaya untuk mendekatkan pendidikan kejuruan ke dunia usaha/industri.
Dari aspek kurikulum, terjadi perubahan karakteristik dari Kurikulum SMK Tahun 1994 menjadi Kurikulum SMK Edisi 1999. Perbedaan kedua kurikulum tersebut terletak pada: pendekatan, struktur program, periode ajaran, dan evaluasi. Pertama, Kurikulum SMK Tahun 1994 menggunakan pendekatan competency based, sedangkan Kurikulum Edisi 1999 menggunakan pendekatan kombinasi competency based dan broad based. Kedua, struktrur program Kurikulum SMK Tahun 1994 terdiri dari program umum dan program kejuruan, sementara itu Kurikulum SMK Edisi 1999 terdiri dari program normatif, program adaptif, dan program produktif. Ketiga, pembelajaran menurut Kurikulum SMK 1994 disajikan dalam periode catur wulan, sedangkan Kurikulum 1999 disajikan dalam sistem semester. Keempat, evaluasi Kurikulum 1994 dilaksanakan secara parsial, sebaliknya pelaksanaan Kurikulum 1999 akan dievaluasi secara menyeluruh.
Dalam pelaksanaan PSG, kendala dirasakan oleh kedua belah pihak, yaitu sekolah dan industri (Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 1996). Disebutkan bahwa kendala yang dihadapi oleh sekolah antara lain: (1) keragaman geografis, (2) keragaman kesiapan dan tingkat kemajuan SMK, dan (3) keragaman program SMK yang belum seimbang dengan keragaman industri di sekitarnya. Selanjutnya, kendala yang dirasakan oleh industri antara lain: (1) belum dimiliki struktur jabatan dan keahlian yang mantap, terutama pada industri kecil, dan menengah, (2) belum ada perencanaan alokasi biaya untuk pengembangan pendidikan, (3) belum dimilikinya persepsi tentang keuntungan PSG bagi industri, dan (4) kurangnya kesadaran tentang peningkatan keefektifan, efisiensi, dan kualitas dalam pelaksanaan pelatihan di industri. Sementara itu, menurut hasil penelitian Sonhadji, dkk. (1997), pelaksanaan PSG menghadapi kendala-kendala, aptara lain sebagai berikut: (1) pendelegasian tugas dan tanggung jawab di antara perangkat organisasi Pokja PSG belum merata, dan ada kecenderungan dominan pada Ketua Pokja, (2) guru pembimbing belum berfungsi secara optimal di industri, dan diantara mereka ada yang tidak relevan dengan bidangnya, (3) kesulitan menjalin kerjasama dengan institusi pasangan yang tergolong menengah dan besar, (4) rendahnya manajemen pengelolaan pelatihan siswa oleh industri, terutama pada industri kecil, (5) instruktur di industri banyak yang tidak memenuhi persyaratan serta belum berperan secara efektif, (6) masih banyak siswa yang mencari sendiri tempat pelatihan industri, (7) kurangnya waktu yang disediakan Majelis Sekolah untuk berkoordinasi, (8) lamanya pengurusan perijinan dan permohonan pelatihan, (9) kurangnya disiplin dan rendahnya kepedulian siswa terhadap keselematan kerja, dan (10) tidak berimbangnya antara jumlah SMK dan jumlah dunia usaha/industri. Dari temuan-temuan di atas dapat disebutkan bahwa pelaksanaan PSG selama ini mengalami kendala-kendala struktural, geografis, potensi teknologis, psikologis, akademis, manajerial, dan kultural.
B.     Pengertian Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) atau mungkin lebih akrab dikenal dengan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional, yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program pengusahaan yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional. Dimana keahlian profesional tersebut hanya dapat dibentuk melalui tiga unsur utama yaitu ilmu pengetahuan, teknik dan kiat. Ilmu pengetahuan dan teknik dapat dipelajari dan dikuasai kapan dan dimana saja kita berada, sedangkan kiat tidak dapat diajarkan tetapi dapat dikuasai melalui proses mengerjakan langsung pekerjaan pada bidang profesi itu sendiri.
Pendidikan Sistem Ganda dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang profesional dibidangnya. Melalui Pendidikan Sistem Ganda diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja yang profesional tersebut. Dimana para siswa yang melaksanakan Pendidikan tersebut  diharapkan dapat menerapkan ilmu yang didapat dan sekaligus mempelajari dunia industri.
Tanpa diadakannya Pendidikan Sistem Ganda ini kita tidak dapat langsung terjun ke dunia industri karena kita belum mengetahui situasi dan kondisi lingkungan kerja. Selain itu perusahaan tidak dapat mengetahui mana tenaga kerja yang profesional dan mana tenaga kerja yang tidak profesional. Pendidikan Sistem Ganda memang harus dilaksanakan karena dapat menguntungkan semua pihak yang melaksanakannya.
C.    Konsep PSG
Link and match adalah kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha serta dunia industri khususnya. Beberapa prinsip yang akan dipakai sebagai strategi dalam kebijakan Link and Match diantaranya adalah model penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Pada hakekatnya PSG merupakan suatu strategi yang mendekatkan peserta didik ke dunia kerja dan ini adalah strategi proaktif yang menuntut perubahan sikap dan pola pikir serta fungsi pelaku pendidikan di tingkat SMK, masyarakat dan dunia usaha/industri dalam menyikapi perubahan dinamika tersebut.
Bila pada pendidikan konvensional, program pendidikan direncanakan, dilaksanakan dan dievalusi secara sepihak dan lebih bertumpu kepada kepemimpinan kepala sekolah dan guru, maka pada PSG program pendidikan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi bersama secara terpadu antara sekolah kejuruan dengan institusi pasangannya, sehingga fungsi operasional dilapangan dilaksanakan bersama antara kepala sekolah, guru, instruktur dan manager terkait, untuk itu perlu diciptakan adanya keterpaduan peran dan fungsi guru serta instruktur sebagai pelaku pendidikan yang terlibat langsung dalam pelaksanaa PSG dilapangan secara kondusif.
Menurut Dikmenjur (1994 : 19), kualitas guru tetap memegang peranan kunci, oleh sebab itu program Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK) akan dilaksanakan dengan kegiatan pokok peningkatan mutu dan relevansi, diantaranya melalui peningkatan mutu, karena itu program penataran guru akan tetap penting, terutama dalam meningkatkan kemampuan professional guru yang akan dilaksanakan melalui penataran yang memakai pendekatan “ production. Training “ Serta peningkatan penataran dalam bentuk “ on the job training” di industri.
Hal tersebut menunjukkan, bahwa peranan dan fungsi guru dalam PSG merupakan salah satu parameter terhadap keberhasilan pelaksanaanya sebagaimana dinyatakan pranarka (1991), bahwa “
peran gurulah pelaksana utama di medan pendidikan aktual “. Menurut T. Raka Joni (1991) tugas guru adalah teramat penting, secara makro tugas itu berhubungan dengan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang pada akhirnya akan menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa karenanya Nana Sujana (1989 : 12) menyatakan, bahwa kehadiran guru dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) tetap memegang peranan penting dan belum dapat digantikan oleh alat secanggih apapun. Gambaran oleh pakar pendidikan tersebut dapat dipahami, sebab masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai perasaan, motivasi, kebiasaan, kesiapan dan lainnya yang diharapkan merupakan hasil proses pengajaran.
Fenomena tersebut menunjukkan, bahwa dalam suatu proses pendidikan, keprofesionalan sangat iperlukan, lebih tegas Pranarka (1991) menyatakan, bahwa “para guru sebagai perwira- perwira tempur didalam medan pendidikan yang aktual”.
Ini mengisyaratkan bahwa keprofesionalan guru betul-betul diharapkan sebagai pelaksanaan pendidikan dalam proses belajar mengajar sehingga proses dari pendidikan tersebut peserta didik memiliki kesiapan dan kemampuan dalam dunia yang nyata dan ini sejalan dengan tujuan PSG yaitu menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian professional, yakni tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja” (Aburizal Bakrie,1996:8).
Dalam upaya merealisasikan kebijakan link and match melalui pelaksanaan PSG, selain diperlukan guru SMK yang profesional serta instruktur yang mewakili dunia usaha / industri yang profesional pula. Instruktur dalam PSG memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam menentukan keberhasilan peserta PSG. Menurut slamet PH. (1997) tugas instruktur dalam PSG antara lain adalah
memberikan bimbingan, pengarahan, melatih, memotivasi dan menilai peserta PSG, oleh karenanya instruktur dituntut mampu memahami aspek-aspek pendidikan dan pengajaran.
Dari uraian diatas, diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan PSG adalah guru dan instruktur, oleh sebab itu baik guru maupun instruktur dituntut memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dalam PSG, hal ini senada dengan pernyataan T. Raka Joni (1991) bahwa diluar lapisan tenaga propesional untuk bidang-bidang ajaran yang memiliki kandungan keterampilan tinggi, penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien mempersyaratkan peran serta instruktur.”
Namun demikian kenyataan yang ada menunjukkan, bahwa guru dan instruktur belum sepenuhnya memiliki kemampuan yang dipersyaratkan dalam melaksanakan PSG, sebagaimana dinyatakan Dikmenjur (1997).
Bahwa permasalahan yang dihadapi adalah guru pada saat ini belum memiliki wawasan industri dan tenaga instruktur belum memiliki wawasan kependidikan. Rusdiono (1999) menyebutkan bahwa alasan utama melencengkan pelaksanaan PSG. Lebih jauh Rusdiono menyebutkan bahwa alasan utama melencengkan pelaksanaan PSG di Indonesia disebabkan oleh belum dipahaminya konsep/pengertian PSG oleh pihak sekolah.
Bertolak dari sejumlah permasalahan, tersebut apabila dicermati ada satu permasalahan yang perlu dikaji lebih mendalam sebab masalah itu dihadapi baik oleh guru maupun instruktur, yakni tentang kemampuan membimbing siswa PSG.
Kemampuan (kompetensi) guru dan instruktur dalam membimbing siswa PSG adalah salah satu tugas dan tanggung jawab mendidik yang paling esensi terutama dalam pelaksanaan PSG. Kemampuan guru dan instruktur dalam membimbing siswa PSG ini banyak dipengaruhi berbagai aspek, seperti pengetahuan, pengalaman, minat, sikap, persepsi, wawasan latar belakang pendidikan dan faktor lingkungan lainnya.
D.    Peran Guru dan Instruktur dalam PSG
Menurut Dikmenjur (1997) guru dipandang sebagai ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yang secara khusus guru dalam PSG didefinisikan sebagai berikut : “Guru PSG adalah individu yang memiliki kemampuan kompetensi, profesi keguruan atau pendidik secara dominan tetapi juga harus memiliki kompetensi teknis keahlian tertentu dan memiliki jiwa enterpreneurship (Dikmenjur, 1997).
Dalam pelaksanaan PSG guru dipersyaratkan harus memiliki sejumlah kompetensi atau kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk melaksanakan keprofesiannya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru PSG, oleh sebab itu Sahertian (1994 : 54) menyatakan bahwa “yang dimaksud profil kompetensi ialah penampilan guru dalam melakukan tugasnya yang memiliki syarat sesuai dengan kriteria kemampuan yang dipersyaratkan”.
Sehubungan dengan kemampuan guru dalam PSG, Dikmenjur (1997) menjelaskan kompetensi profesi guru dalam PSG adalah sebagai berikut : (a) Mampu mengorganisasikan program pembelajaran di SMK yang kondusif, (b) Mampu memberikan inovasi dan motivasi kerja kepada siswa, (c) Mampu menguasai keahlian baik secara teknis maupun secara teoritis, (d) Mampu menguasai emosi sehingga menjadi suri teladan oleh siswa dan kawan seprofesi, (e) Mampu berkomunikasi dan berjiwa enterpreneurship.
Berdasarkan dari sejumlah unsur kompetensi guru dalam PSG seperti tersebut diatas, maka salah satu kemampuan yang diperlukan dari guru dalam melaksanakan program PSG diantaranya adalah “ kemampuan membimbing “ siswa PSG, referensi-referensi yang menekankan pentingnya guru memiliki kemampuan membimbing adalah seperti yang dinyatakan oleh Nana Sujana (1989), bahwa dari sepuluh kompetensi guru menurut PSG Depdiknas guru harus mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa guru harus memiliki kemampuan membimbing dalam kegiatan proses belajar mengajar sehingga pengajaran berlangsung dengan efektif, hal yang sama seperti yang dinyatakan oleh Nolker (1988), Sukamto (1988), Sahertian (1994), Soekartawi dan Sardiman (1997) serta Soedijarto (1997), bahwa salah satu profil seorang guru adalah mempunyai keahlian dalam memberikan bimbingan kepada siswa didiknya.
Instruktur yang diidentikan sebagai pengajar praktik (Nolker, 1998) dan menurut T. Raka Joni (1991) instruktur ialah tenaga pengajar bantu yang bertugas melatih secara intensif keterampilan.
Dalam PSG didefinisikan sebagai berikut : “ instruktur PSG adalah individu yang telah menguasai keahlian / kompetensi tertentu dan telah memiliki kemampuan enterpreneurship, secara dominan tetapi juga dituntut untuk memiliki kompetensi kejuruan (Dikmenjur, 1997)”.
Menurut Nolker (1998 : 173) “ Instruktur memberikan bimbingan ahli bagi peserta didik dalam melakukan pekerjaan latihan serta memberikan petunjuk-petunjuk praktis, sesuai dengan perkembangan teknologi mutakhir. “ selanjutnya Nolker (1988) menyebutkan, bahwa instruktur juga menyiapkan pertemuan pengajaran dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip didaktik dan ia juga memberikan nilai terhadap hasil pekerjaan latihan dan berperan serta dalam penyelenggaraan ujian.
Bertolak dari kemampuan guru dan instruktur dalam membimbing siswa PSG, menurut Yusuf Gunawan (1992), dan Sukardi (1995), bahwa membimbing adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Winkel (1981), lebih rinci menguraikan bahwa “bimbingan (guidance) mempunyai hubungan dengan guiding : Showing a Way (menunjukkan jalan), conducting (menuntun), giving instruction (memberikan petunjuk), regulating (mengatur) governing (mengarahkan), giving advice (memberikan nasehat)”.
Pada pelaksanaan PSG, guru dan instruktur dalam memberikan bimbingan kepada siswa yang melaksanakan praktik industri, tentunya kegiatan membimbing itu sendiri lebih difokuskan kepada kegiatan memimpin, mengarahkan, menuntun dan memberikan petunjuk atau penjelasan yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan PSG, sehingga dengan demikian seluruh potensi yang dimiliki siswa PSG dapat dioptimalkan sedemikian rupa mengarah kepada pencapaian PSG.
Menurut Sukamto (1988) guru bertugas membimbing anak didik mengembangkan rasa tanggung jawab dan disiplin, dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan minat mereka pada tingkat – tingkat usia tertentu, menurut piters yang dikutif Nana Sudjana (1989) tugas dan tanggung jawab guru sebagai pembimbing memberikan tekanan pada tugas (aspek mendidik) dan memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah – masalah yang dihadapinya.
Senada dengan itu Imam Syafe’ie (1992) menyatakan, bahwa guru sebagai pembimbing membantu siswa agar mampu mengarahkan dan menyesuaikan diri pada lingkungan kehidupannya, ini berarti guru hendaknya mampu membantu siswa untuk mengubah dan memecahkan masalah melalui proses hubungan interpersonal.
Selanjutnya Soedijarto (1997) menyebutkan, bahwa bagi para pendidik yang professional harus mampu menggunaka segala pengetahuan baik teori, konsep, definisi, disiplin ilmu, penilaian dan teknologi pendidikan untuk memecahkan masalah kependidikan, terutama dalam tanggung jawabnya membimbing peserta didik mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pernyataan di atas menjelaskan salah satu tugas guru dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) yang mengandung keterampilan, guru dalam melaksanakan tugasnya tersebut dapat dibantu oleh instruktur seperti yang dinyatakan oleh T Raka Joni (1991), bahwa “ diluar lapisan tenaga professional, untuk bidang-bidang ajaran yang memiliki kandungan yang tinggi, penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien akan mempersyaratkan peran serta instruktur yang bertugas melatih secara intensif keterampilan”.
Guru dan instruktur dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembimbing siswa PSG, selain memiliki kemampuan membimbing, secara umum dalam pelaksanaan program praktik dasar maupun praktik keahlian produktif dituntut memenuhi persyaratan tertentu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Dikmenjur (1997), yaitu : memiliki kepedulian terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada SMK, memiliki pengetahuan dan keterampilan memiliki sikap dan etos kerja serta dedikasi yang tinggi terhadap bidang pekerjaan/profesinya, memiliki wawasan dunia kerja, peka terhadap perkembangan IPTEKS, menghargai profesinya maupun profesi lainnya dan interpersonal communication.
Dengan memiliki sejumlah persyaratan seperti diatas, maka baik guru kejuruan maupun instruktur diharapkan mampu melaksanakan tugas pembimbingan terhadap siswa PSG dengan baik, terarah dan efektif. Dikmenjur (1997) menjelaskan tentang ruang lingkup tugas pembimbing PSG, baik pada waktu siswa melakukan praktik dasar kejuruan maupun melaksanakan praktik keahlian pada lini produksi didunia usaha / industri, yaitu : (1) Menyeleksi calon peserta calon PSG, (2) Mengkondisikan siswa peserta PSG, (2) Melatih dan membimbing secara sistematis pada program praktik dasar dan praktik keahlian produktif pada lini produksi, (3) Menilai secara kontinyu terhadap sikap dan kinerja praktik, (4) Menguji pada waktu ujian kompetensi, (5) Memberikan motivasi kerja dan (6) Memberikan peringatan atau hukuman.
Pemahaman (comprehension) dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran, memahami maksudnya dan menangkap maknanya (Sardiman, 1997). Pemahaman memiliki arti sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada proporsinya, oleh sebab itu pemahaman tidak sekedar tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipahaminya. Fenomena ini menunjukkan bahwa pemahaman merupakan unsur psikologis yang penting dalam proses belajar-mengajar.
E.     Pelaksanaan Prakerin
1.      Pengertian Prakerin
Praktik Kerja Industri yang disingkat dengan “prakerin” merupakan bagian dari program pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta didik di Dunia Kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistim pendidikan di SMK yaitu Pendidikan Sistim Ganda (PSG). Program prakerin disusun bersama antara sekolah dan dunia kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik dan sebagai kontribusi dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan SMK.
Dengan prakerin peserta didik dapat menguasai sepenuhnya aspek-aspek kompetensi yang dituntut kurikulum, dan di samping itu mengenal lebih dini dunia kerja yang menjadi dunianya kelak setelah menamatkan pendidikannya.
2.      Prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan (Charles Prosser)
Keberhasilan pendidikan kejuruan / SMK diukur dari tingkat keterserapan tamatan di dunia kerja. Untuk mencapai hal tersebut berbagai usaha dilakukan oleh SMK melalui peningkatan mutu pembelajaran. Dalam desain pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut:
a.         Efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti bekerja.
b.         Efektif jika tugas-tugas diklat dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu.
c.         Efektif jika melatih kebiasaan berpikir dan bekerja seperti di DuDi.
d.        Efektif jika setiap individu memodali minatnya, pengetahuan dan ketrampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
e.         Efektif untuk setiap profesi, jabatan, pekerjaan untuk setipa orang yang menginginkan dan memerlukan dan dapat untung.
f.          Efektif jika diklat membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfikir yang benar diulang sehingga sesuai/cocok dengan pekerjaan.
g.         Efektif jika GURUnya mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan kompetensi pada operasi dan proses kerja yang telah dilakukan.
h.         Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia dapat bekerja pada jabatan tersebut.
i.           Pendidikan Kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar / tanda-tanda pasar.
j.           Pembiasaan efektif pada siswa tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan nyata sarat nilai.
k.         Isi diklat merupakan okupasi pengalaman para ahli.
l.           Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (Body of content) yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
m.       Sebagai layanan sosial efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memerlukan.
n.         Pendidikan Kejuruan efisien jika metoda pengajarannya mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik.
o.         Pembiasaan efektif pada siswa tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan nyata sarat nilai.
3.      Tujuan Prakerin
a.       Pemenuhan Kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum.
Penguasaan kompetensi dengan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh fasilitas pembelajaran yang tersedia. Jika ketersediaan fasilitas terbatas, sekolah perlu merancang pembelajaran kompetensi di luar sekolah (Dunia Kerja mitra). Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut bukan diserahkan sepenuhnya ke Dunia Kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan tentang apa yang seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik.



b.      Implementasi Kompetensi ke dalam dunia kerja.
Kemampuan-kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik, melalui latihan dan praktik di sekolah perlu diimplementasikan secara nyata sehingga tumbuh kesadaran bahwa apa yang sudah dimilikinya berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan begitu peserta didik akan lebih percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.

c.       Penumbuhan etos kerja/Pengalaman kerja.
SMK sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghantarkan tamatannya ke dunia kerja perlu memperkenalkan lebih dini lingkungan sosial yang berlaku di Dunia Kerja. Pengalaman berinteraksi dengan lingkungan Dunia Kerja dan terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat membangun sikap kerja dan kepribadian yang utuh sebagai pekerja.
4.      Desain Program/ Pelaksanaan Prakerin
Perancangan program prakerin tidak terlepas dari implementasi silabus ke dalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi dan evaluasi pelaksanaan yang sesuai.
Rancangan prakerin sebagai bagian pembelajaran perlu memperhatikan kesiapan Dunia Kerja mitra dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi tersebut. Hal ini diperlukan agar dalam pelaksanaannya, penempatan peserta didik untuk prakerin tepat sasaran sesuai dengan kompetensi yang akan dipelajari. Diagram di bawah menunjukkan alur kerja perancangan program prakerin.
Diagram Alir Prakerin
Dari diagram di atas menunjukkan bahwa dalam perancangan program prakerin perlu dilakukan analisis terhadap kemampuan-kemampuan yang harus dikuasai peserta didik berdasarkan tuntutan standar kompetensi/ kompetensi dasar yang tertera dalam silabus. Analisis dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kompetensi apa saja yang dapat dipelajari di sekolah dengan fasilitas yang tersedia dan kompetensi apa saja yang dipelajari di dunia kerja.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:
a.      Analisis Pencapaian Kompetensi Hasil Pembelajaran di Sekolah
Keseluruhan kompetensi dalam Kurikulum menjadi target utama yang harus dikuasai oleh peserta didik selama waktu pembelajaran di SMK. Keterbatasan fasilitas pembelajaran praktik di sekolah, perlu disiasati dengan pemanfaatan fasilitas Dunia Kerja mitra untuk pemenuhannya.
Untuk kepentingan tersebut perlu dilakukan analisis terhadap keseluruhan kompetensi yang didasarkan kepada fasilitas pembelajaran yang dibutuhkan. Dengan langkah ini akan dapat diketahui apakah keseluruhan fasilitas sudah tersedia di sekolah atau tidak.
b.      Pemetaan Dunia Kerja
Pemetaan Dunia Kerja sangat penting dilakukan sebelum program prakerin dirancang. Hal ini dimaksudkan agar Dunia Kerja yang dijadikan mitra benar-benar sesuai dengan program keahlian yang sedang ditekuni oleh peserta didik sehingga tujuan prakerin tercapai dengan baik.
Pemetaan Dunia Kerja dilakukan dengan cara melakukan inventarisasi Dunia Kerja melalui media masa/brosur yang dilanjutkan dengan kunjungan langsung/survei, atau dengan cara lain yang dianggap tepat.
Dunia kerja seperti apakah yang dapat dijadikan mitra oleh sekolah ?
Secara umum dunia kerja yang dapat dilibatkan dalam program prakerin adalah dunia kerja dengan skala regional, nasional atau multinasional, bahkan perusahaan kecil sekalipun. Karena dalam kenyataannya justru perusahaan berskala kecil lebih memberikan perhatian pada pembelajaran. Dengan kata lain perusahaan berskala kecil cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan perusahaan besar.

c.       Menyusun Program Prakerin
Dalam penyusunan program prakerin sebaiknya memperhatikan karakteristik:
1) Program menunjukkan asumsi bahwa situasi belajar adalah di tempat kerja
2) Program dapat menerima konteks berbagai perbedaan, mencakup perbedaan individu sebagai peserta didik yang berbeda inspirasi, termasuk di dalamnya perbedaan kultur dan perbedaan pengetahuan.
3) Program harus fleksibel tidak hanya pada satu situasi, akan tetapi mempertimbangkan perbedaan pada butir 2. Karena setiap hari pekerjaan mengalami perubahan dan peserta didik dapat menyesuaikan perubahan yang terjadi.
4) Program akan selalu memiliki perbedaan dengan berbagai tingkatan atau level, seperti perbedaan tuntutan dunia kerja dengan tuntutan sekolah.
Berdasarkan karakteristik program di atas dan hasil analisis, kesenjangan antara kemampuan-kemampuan yang didapatkan peserta didik di sekolah dan Dunia Kerja, dimasukkan ke dalam sebuah format untuk mengidentifikasi kemampuan-kemampuan tersebut sesuai kompetensi kerja yang dimiliki oleh masing-masing Dunia Kerja mitra. 
d. Implementasi
1)      Waktu Pelaksanaan
Prakerin dapat dilaksanakan sesuai dengan pembelajaran kompetensi yang direncanakan akan diberikan di dunia kerja. Di samping itu perlu juga mengadakan komunikasi dengan dunia kerja,dengan tujuan untuk memastikan kesiapan dunia kerja dan pembimbing, menerima peserta prakerin sesuai kompetensi yang diharapkan.
2)      Pembekalan Peserta Didik
Peserta didik yang akan melaksanakan prakerin harus diberikan pembekalan terlebih dahulu tentang program yang akan dilaksanakan sehingga betul-betul memahami apa yang harus mereka lakukan di Dunia Kerja. Hal-hal yang menjadi fokus pembekalan antara lain:
·         Pelaksanaan program prakerin yang dituangkan di dalam jurnal yang mereka bawa.
·         Tata tertib/aturan yang berlaku di Dunia Kerja dimana mereka berada.
·         Menjaga/memelihara nama baik sekolah.

3)      Pembimbing
Pembimbing terdiri dari pembimbing internal yaitu guru produktif yang bertanggung jawab terhadap pembelajaran kompetensi, dan pembimbing eksternal yaitu staf dari Dunia Kerja yang sekaligus bertindak selaku instruktur pembimbing yang mengarahkan peserta didik dalam melakukan pekerjaannya.
4)      Laporan
Semua kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik selama di Dunia Kerja baik yang ada dalam jurnal ataupun pekerjaan lain yang diberikan oleh instruktor pembimbing eksternal harus dicatat dan didokumentasikan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi terhadap program prakerin. Seluruh kegiatan harus diketahui oleh pembimbing dengan cara membubuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia.

7. Evaluasi Program Dan Tindak Lanjut
1)      Evaluasi Program
Program prakerin yang sudah dilakukan peserta didik perlu dievaluasi untuk melihat kesesuaian antara program dengan pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar untuk penyusunan program tindak lanjut yang harus dilakukan baik terhadap pencapaian kompetensi peserta didik maupun terhadap program prakerin.
Evaluasi dilakukan dengan cara:
a)      melakukan analisis hasil laporan yang dibuat oleh peserta didik dan hasil penilaian yang yang dilakukan oleh pembimbing dari Dunia Kerja.
b)      paparan hasil prakerin setiap peserta didik

2). Tindak Lanjut
Agar sekolah mendapatkan nilai tambah dari pelaksanaan prakerin, maka sekolah dapat mengumpulkan seluruh peserta prakerin sesuai dengan program kehliannya, untuk berbagi pengalaman tentang berbagai hal yang mereka dapatkan di dunia kerja, baik yang berhubungan lansung dengan bidang pekerjaannya maupun yang berkaitan dengan kehidupan sosial di lingkungan tempat pelaksanaan prakerin.
Kegiatan ini bertujuan untuk:
a) Melatih peserta didik memecahkan masalah melalui proses berbagi pengalaman dalam bidang pekerjaan yang sama.
b) Memperkaya pengalaman-pengalaman peserta didik dengan menyerap pengalaman orang lain, khususnya yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
c) Memberikan informasi kepada sekolah mengenai kondisi nyata pelaksanaan prakerin, menjadi bahan pertimbangan untuk peningkatan program prakerin selanjutnya.
Pelaksanaan diskusi:
a) Membagi peserta didik dalam kelompok kecil pada program keahlian yang sama dan memberikan topik diskusi. Misalnya; “Hambatan-hambatan yang dialami selama melaksanakan prakerin”.
b) Menunjuk seorang ketua kelompok untuk mengatur jalannya proses diskusi.
c) Setiap anggota kelompok menyampaikan pengalaman-pengalamannya, yang berkaitan dengan masalah berikut solusinya.
Setelah diskusi:
a) Ketua kelompok membuat kesimpulan tentang jalannya diskusi.
b) Melaporkan hasil diskusi dalam bentuk tertulis sesuai dengan topik yang diberikan.
Dari masukan hasil diskusi peserta didik dan analisis antara program serta penilaian pembimbing Dunia Kerja, disimpulkan menjadi satu rumusan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa peserta didik yang bersangkutan sudah menyelesaikan seluruh aspek kompetensi, sehingga berhak untuk mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi serta perbaikan program prakerin selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA
Direkturat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2009, Bahan bimbingan teknis (Bimtek) Peningkatan Mutu SMK ” Pelaksanaan Prakerin”, Jakarta
http://www.depdiknas.go.id/sikep/Issue/SENTRA1/F40.html, Ahmad Sonhadji K.H., Alternatif Penyempurnaan Pembaharuan Penyelenggaraan Pendidikan Di Sekolah Menengah Kejuruan, diunduh tanggal 5 Oktober 2009
http://pkk.upi.edu/invotec_33-39.pdf., Tatang Permana, Pemahaman Konsep PSG Dan Intensitas Bimbingan Terhadap Kemampuan Membimbing Siswa PSG, diunduh tanggal 5 Oktober 2009